Kamis, Juli 3, 2025
BerandaParlementariaDPR Menantang Sri Mulyani Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bisa 6 Persen

DPR Menantang Sri Mulyani Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bisa 6 Persen

tabloidbongkar. com -Menteri Keuangan Sri Mulyani mematok pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2026 di kisaran 5,2 sampai 5,8 persen. Namun, sejumlah fraksi di DPR menginginkan lebih. DPR menantang Sri Mulyani patok pertumbuhan ekonomi hingga 6 persen. Apa bisa?

Tantangan itu datang dari Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) saat menyampaikan sikap resmi fraksi di Rapat Paripurna DPR, Selasa (1/7/2025). Kedua partai ini menilai, angka 5,2 sampai 5,8 persen terlalu konservatif dan tidak sejalan dengan ambisi Presiden Prabowo Subianto yang ingin pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 8 persen pada akhir masa jabatannya di 2029.

“Fraksi PKB berpendapat bahwa rentang target pertumbuhan ekonomi tahun 2026 cukup konservatif dan terbilang underestimate,” kata Rifqy Abdul Halim, Anggota DPR dari Fraksi PKB.

Rifqy menyebutkan, PKB memproyeksikan pertumbuhan yang lebih optimis antara 5,6 persen sampai 6 persen. “Lebih tinggi dari proyeksi pemerintah,” ucapnya.

Nada serupa datang dari Fraksi Gerindra yang mendorong batas atas pertumbuhan ekonomi ditingkatkan hingga 6,3 persen. Sementara itu, Fraksi Golkar memberi catatan agar ekonomi tetap digenjot maksimal hingga menyentuh angka 5,8 persen.

Menteri Keuangan Sri Mulyani langsung menanggapi pandangan fraksi-fraksi tersebut. Dia tidak menampik bahwa permintaan DPR merupakan aspirasi yang realistis. Namun, dia menegaskan bahwa capaian itu tidak akan mudah.

“Target tersebut memungkinkan, namun memerlukan strategi menyeluruh dan kesiapan menghadapi tantangan yang tidak ringan,” ujar Sri Mulyani di hadapan anggota dewan.

Pemerintah, kata Sri Mulyani, memiliki semangat yang sama. Dia menyebut, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas hanya bisa dicapai jika seluruh komponen pendukung digerakkan serempak. “Pemerintah memiliki semangat yang sama untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi tinggi dan berkualitas,” katanya.

Menurutnya, konsumsi rumah tangga harus dijaga stabil di angka 5,5 persen, sebab sektor ini menyumbang sekitar 55 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Salah satu langkah yang diambil, ujar Sri, adalah menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disebut telah menyerap 1,7 juta tenaga kerja.

“Daya beli masyarakat harus dijaga. Inflasi lebih rendah, kesempatan kerja tinggi, dan ada berbagai intervensi pemerintah di bidang pangan dan energi,” bebernya.

Selain konsumsi, Pemerintah juga akan mendorong investasi agar tumbuh sebesar 5,9 persen secara tahunan (year-on-year) pada 2026. Nilai kebutuhan investasi baru pun ditaksir mencapai minimal Rp 7.500 triliun.

“Indonesia membutuhkan investasi baru pada 2026 untuk mencapai target pertumbuhan yang tinggi,” tegas Menteri yang karib disapa Ani itu.

Di sektor lain, Ani menekankan bahwa Pemerintah juga menggencarkan program pembangunan koperasi “Desa Merah Putih” di 80 ribu desa, menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada 2,3 juta debitur, dan memperkuat program perlindungan sosial seperti PKH, Kartu Sembako, dan subsidi upah bagi kelompok rentan.

Sebelumnya, Sri Mulyani juga menyampaikan laporan realisasi APBN tahun anggaran 2024. Dia menyebut, ekonomi Indonesia tahun ini tumbuh sebesar 5,03 persen. Angka tersebut dianggap mencerminkan daya tahan ekonomi nasional di tengah tekanan global.

Pertumbuhan tersebut ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang terjaga di 4,94 persen dan investasi yang tumbuh 4,61 persen secara tahunan,” jelasnya.

Inflasi 2024 tercatat hanya sebesar 1,6 persen, jauh lebih rendah dari target asumsi makro APBN sebesar 2,8 persen. Tingkat pengangguran juga menurun ke angka 4,91 persen, sementara angka kemiskinan menyusut dari 9,03 persen pada Maret 2024 menjadi 8,57 persen pada September 2024. Kemiskinan ekstrem mendekati nol, berada di level 0,83 persen.

Total realisasi belanja negara tahun 2024 mencapai Rp3.359,8 triliun, tumbuh 7,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pendapatan negara juga naik 2,4 persen menjadi Rp2.850,6 triliun. Sementara defisit APBN 2024 tercatat hanya 2,3 persen terhadap PDB, lebih rendah dari perkiraan awal 2,7 persen.

“Ini mencerminkan kebijakan fiskal dikelola secara prudent dan berkelanjutan,” terang Sri.

Dia memastikan bahwa pembiayaan defisit dilakukan melalui kombinasi pembiayaan utang yang terkendali dan pembiayaan non-utang yang produktif.

“Realisasi pembiayaan utang ditekan lebih rendah dari target awal APBN 2024,” tutupnya.

Dengan capaian 2024 yang cukup menjanjikan, bola kini di tangan Pemerintah. Apakah Sri Mulyani sanggup menjawab tantangan DPR untuk menumbuhkan ekonomi Indonesia hingga 6 persen pada 2026?

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, proyeksi ini bukan hanya overshoot, tapi hampir dipastikan sulit tercapai. Kenapa? tahun ini saja, kata dia, outlook komoditas semuanya gloomy alias menurun ke bawah.

Ditambah Indonesia jadi tempat pengalihan barang impor China saat terjadi perang dagang. Daya beli masyarakat sedang tertekan. “Anggaran mengalami pelebaran defisit. Jadi hampir tidak ada faktor pendukung pertumbuhan yang bisa jadi motor di 2026,” sebut Bhima, semalam.

Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto melihat, proyeksi pertumbuhan 6 persen ini agak susah diraih. Sebab, saat ini masih terjadi pelambatan ekonomi global dan pemulihan ekonomi pasca Pandemi Covid belum tuntas.

“Ditambah perang Rusia-Ukraina, Timur Tengah, hingga perang dagang. Pertumbuhan ekonomi tahun 2024 saja mungkin di bawah target 5,2 persen,” ujar Eko dalam pesannya.

Direktur Kebijakan dan Program Center for Policy Studies Prasasti Piter Abdullah menilai, untuk mencapai pertumbuhan seperti yang dicita-citakan Presiden Prabowo, tak cukup hanya melalui deregulasi kebijakan. Harus dibarengi dengan mempermudah perizinan serta memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha.

Indonesia itu memiliki semua syarat untuk tumbuh lebih tinggi. Karena kita kaya dengan sumber daya alam dan bonus demografi. Tapi persoalan hukum, persoalan regulasi, dan sebagainya, harus diselesaikan segera,” kata Piter usai menghadiri konferensi pers Peluncuran Prasasti Center for Policy Studies, di Jakarta, Senin (30/6/2025) kemarin.

Ditambahkan Piter, relaksasi impor tak boleh dipandang sebagai satu-satunya memperkuat industri dalam negeri. Diperlukan paket kebijakan mengatasi tantangan struktural industri nasional.(SP. Tb)

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments