Usulan kebijakan tersebut disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI pada Rabu, 2 Juli 2025. Pemerintah, katanya, tengah menyusun revisi atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019, yang mengatur penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga LPG tertentu (LPG 3 kg).
“Dalam pembahasan perpres ini, kita ingin tetapkan satu harga agar tidak terjadi penyimpangan di tingkat bawah,” ujar Bahlil dalam keterangan resmi, Kamis, 3 Juli 2025.
Penyebab disparitas harga
Dia menjelaskan salah satu penyebab utama disparitas harga adalah ketidaksesuaian antara besaran subsidi yang dialokasikan pemerintah dan kondisi riil di lapangan. Hal ini memicu terjadinya kebocoran kuota serta inefisiensi dalam rantai pasok.
Pemerintah mencatat meskipun Harga Eceran Tertinggi (HET) ditetapkan antara Rp16 ribu hingga Rp19 ribu per tabung, di lapangan harga bisa melonjak hingga Rp50 ribu. Hal inilah yang mendorong perlunya transformasi tata kelola elpiji 3 kg.
“Kalau harganya terus naik tanpa kontrol, maka harapan negara dengan kenyataan tidak akan pernah sinkron,” ujar Bahlil.
Dengan penetapan satu harga, rantai pasok LPG diharapkan menjadi lebih sederhana dan efisien. Subsidi pun diharapkan dapat tersalurkan secara tepat sasaran kepada pihak yang berhak. Yakni, rumah tangga, usaha mikro, nelayan, dan petani.
“Kami akan mengubah sejumlah metode agar kebocoran distribusi bisa dicegah, termasuk dalam hal penetapan harga di daerah,” jelas Bahlil.
Serupa BBM satu harga
Wakil Menteri ESDM Yuliot menambahkan, skema elpiji satu harga ini akan mengadopsi pendekatan serupa dengan program BBM Satu Harga yang telah lebih dulu diterapkan. Melalui mekanisme ini, harga tabung gas melon di tingkat konsumen akhir ditargetkan seragam di seluruh provinsi dan penjualan di atas HET dapat diminimalkan.
“Penetapan harga akan dilakukan per provinsi. Nanti semuanya akan dievaluasi dan ditetapkan agar satu harga di masing-masing wilayah,” jelas Yuliot.
Selain skema satu harga, pemerintah juga tengah menyiapkan transformasi subsidi elpiji 3 kg menjadi berbasis penerima manfaat. Implementasi kebijakan ini akan mempertimbangkan kesiapan data, infrastruktur, serta kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, sehingga subsidi lebih tepat guna.(ARD. Tb)