“Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih, atas nama AS Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energi (IAE) pada tahun 2007 sampai sekarang,” kata Jubir KPK, Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (21/10/2025).
Arso diperiksa dalam kapasitas sebagai pihak terkait atau tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kerja sama jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT IAE. Dikabarkan, setelah pemeriksaan ia akan langsung ditahan.
“Hari ini Selasa (21/10), KPK menjadwalkan pemeriksaan terkait dugaan TPK kerja sama jual beli gas antara PT PGN dan PT IAE,” ucap Budi.
Sebelumnya, KPK telah menahan mantan Direktur Utama PT PGN periode 2008–2017, Hendi Prio Santoso (HPS), yang ditetapkan sebagai tersangka baru dalam kasus tersebut.
“Penahanan selama 20 hari pertama, dihitung sejak tanggal 1 sampai dengan 20 Oktober 2025,” kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (1/10/2025).
Asep menambahkan, Hendi ditahan di Rutan Cabang KPK Merah Putih.
Sedangkan dalam perkara konstruksi, Hendi selaku Direktur Utama PGN periode 2008–2017 diduga memuluskan persetujuan kerja sama jual beli gas antara PGN dan PT IAE. Ia diduga menerima komitmen fee dari pihak PT IAE setelah kesepakatan kerja sama tercapai.
Hendi termasuk menerima komitmen fee sebesar SGD 500.000 dari Komisaris Utama PT IAE, Arso Sadewo, di kantornya di Jakarta. Dari jumlah itu, HPS kemudian menyerahkan sebagian, yaitu USD 10.000, kepada Yugi Prayanto (YG) sebagai ketidakseimbangan karena telah mempertemukannya dengan AS.
“Setelah perjanjian tersebut, Saudara AS memberikan biaya komitmen sebesar SGD 500.000 kepada Sdr. HPS di kantornya yang berlokasi di Jakarta. Bahwa kemudian, atas biaya komitmen tersebut, saudara HPS memberikan sebagian uang, sejumlah USD 10.000, kepada Saudara YG sebagai ketidakseimbangan karena telah diperkenalkan kepada Saudara AS,” ujar Asep.
Pada Jumat (11/4/2025), KPK juga telah menahan dua tersangka lain dalam kasus ini, yakni mantan Direktur Komersial PGN periode 2016–2019, Danny Praditya (DP), serta mantan Direktur Utama PT Isargas periode 2011–2024, Iswan Ibrahim (ISW), yang juga menjabat Komisaris PT IAE sejak 2006 hingga 2024.
Kasus ini bermula pada tahun 2017, ketika PT IAE yang bergerak di bidang distribusi gas di Jawa Timur mengalami kesulitan keuangan dan membutuhkan pendanaan. Iswan Ibrahim kemudian meminta Arso Sadewo untuk mencari peluang kerja sama dengan PGN agar kerja sama jual beli gas dapat dijalankan dengan opsi akuisisi menggunakan metode pembayaran advance payment sebesar USD 15 juta.
AS kemudian bertemu dengan HPS melalui perantara Yugi Prayanto. Pertemuan tersebut membahas pengkondisian pembelian gas bumi oleh PGN dari PT IAE. Selanjutnya AS bersama ISW dan DP mengadakan pertemuan untuk menyepakati rencana kerja sama tersebut.
Sebagai tindak lanjutnya, AS memberikan biaya komitmen sebesar SGD 500.000 kepada HPS di kantornya di Jakarta. Dari jumlah itu, HPS menyerahkan USD 10.000 kepada YG sebagai keseimbangan karena telah mempertemukannya dengan AS.
Atas perbuatannya, HPS disangkakan lewat Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (SP. Tb)
