tabloidbongkar. com – Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam mengusulkan agar PT Pertamina menggratiskan Pertamax selama satu tahun. Soalnya, permintaan maaf yang disampaikan pihak Pertamina tidak cukup untuk menutupi dampak yang dirasakan oleh konsumen menyusul ditemukannya Pertamax oplosan yang dipasarkan pada tahun 2018 sampai 2023.
“Heboh Pertamax oplosan saya rasa tidak cukup dengan hanya meminta maaf lalu seolah-olah dosa-dosa Pertamina selesai. Lalu bagaimana dengan kerugian konsumen? Apa ada inisiatif dari Pertamina untuk mengganti kerugian mereka?” kata Mufti Anam dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan PT Pertamina dan Sub-holdingnya di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta
Menurutnya, konsumen membeli bahan bakar bukan untuk dikonsumsi, melainkan untuk keperluan sehari-hari, seperti berkendara. “Saya makanya tidak bisa bayangkan kalau seandainya kemudian oksigen dikelola oleh Pertamina jangan-jangan dioplos dengan karbon dioksida,” katanya.
Politikus PDIP itu pun mengusulkan agar Pertamina memanfaatkan aplikasi My Pertamina untuk memberikan ganti rugi kepada konsumen yang terdampak oleh masalah oplosan tersebut.
“Dengarkan kata netizen, saya pikir ada benarnya. Gimana untuk mengembalikan integritas Pertamina mereka ganti kasih Pertamax secara gratis selama setahun, misalnya. Tapi itu tidak mungkin.”
“Atau seminggu atau sebulan. Atau apa yang bisa bapak lakukan yang penting rakyat merasa ada upaya dari Pertamina untuk memberikan perbaikan dan minta maaf kepada rakyat,” timpalnya.
Mufti Anam berharap agar langkah-langkah konkret segera diambil oleh Pertamina guna menjaga kepercayaan publik dan mengembalikan integritas perusahaan pelat merah tersebut di mata masyarakat.
Dalam kesempatan itu, perwakilan Pertamina juga diminta untuk memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai langkah-langkah yang akan diambil untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Sebelumnya Jaksa Agung RI Burhanuddin menyampaikan bahwa benar ada fakta hukum yang menyatakan PT Pertamina Patra Niaga melakukan pembelian dan pembayaran terhadap BBM RON 92, namun yang diterima adalah RON 88 atau RON 90.
Bahan Bakar RON 88 dan RON 90 itu dilakukan penyimpanan di Orbit Terminal Merak (OTM) kemudian dilakukan blending sebelum didistribusikan ke masyarakat.
“Perlu kami tegaskan bahwa perbuatan itu dilakukan oleh segelintir oknum yang saat ini telah dinyatakan Tersangka dan ditahan. Tindakan itu tidak terkait dengan kebijakan resmi dari PT Pertamina (Persero),” terangnya.
Saat ini Penyidik fokus menyelesaikan perkara dan bekerja sama dengan ahli keuangan untuk menghitung kerugian keuangan negara yang rill dari tahun 2018-2023.
Selain itu, Jaksa Agung mengungkapkan bahwa bahan bakar minyak (BBM) sebagai produk kilang yang didistribusi atau dipasarkan oleh PT Pertamina saat ini dalam kondisi baik dan sesuai dengan spesifikasi.
Bahwa menurut dia, kondisi tersebut tidak terkait dengan peristiwa hukum yang sedang disidik.
“BBM adalah barang habis pakai dan jika dilihat dari lamanya stok kecukupan BBM yakni sekitar 21-23 hari, maka BBM yang dipasarkan pada tahun 2018 s.d. 2023 berarti tidak tersedia di tahun 2024.”
“Saya tegaskan kembali bahwa kondisi BBM saat ini tidak ada kaitannya dengan proses penyidikan yang sedang berlangsung,” imbuhnya menegaskan. (KY. tb)