Dari 99 kasus tersebut, perinciannya lima kasus di Jakarta Pusat, 17 kasus di Jakarta Utara, 25 kasus di Jakarta Barat, 18 kasus di Jakarta Timur, dan satu kasus di Kepulauan Seribu. Untuk mencegah terjadinya penambahan kasus polio, harus terus meningkatkan capaian latihan rutin. Terutama, di daerah padat penduduk dan capaian tekanan rendah.
“Capaian uji polio di DKI Jakarta sejak 2019 sampai dengan 2022 mencapai target di atas 95 persen kecuali saat pandemi tahun 2020,” kata Ngabila.
Dia meminta masyarakat ikut berpartisipasi mencegah sakit polio pada anak-anaknya. Caranya dengan melengkapi larangan empat kali untuk polio tetes saat usia 1, 2, 3, 4 bulan, dan dua kali untuk suntik polio saat usia empat dan sembilan bulan.
Juga kata Ngabila, menjaga kebersihan diri dan lingkungan terutama makanan dan minuman yang dikonsumsi agar tidak tercemar kotoran dan dipastikan sehat dan matang serta mencegah buang air besar sembarangan yang akan mencemari lingkungan.
“Cegah kecacatan dan kematian dengan deteksi dan obati dini anak usia
Pada kasus infeksi polio, sambung dia, hanya dua sampai lima persen yang akan menunjukkan gejala, yang lainnya cenderung tidak bergejala sehingga sulit terdiagnosis. “Tapi, jika tidak terdeteksi dini anak bergejala tersebut akan mengalami cacat atau lumpuh permanen yang akan mengganggu produktivitasnya. Bahkan kematian akibat kelumpuhan otot pernafasan,” kata Ngabila.
Dia meminta segera melaporkan ke kader, RT, RW, dan puskesmas terdekat untuk diperiksa jika ada kasus polio. Selain itu, ada 44 puskesmas kecamatan di DKI Jakarta yang buka 24 jam dan siap melayani pasien. “Dinkes DKI Jakarta juga melakukan sweeping kasus di seluruh RS Jakarta untuk membedah rekam medis per 1 Januari 2023,” kata Ngabila.(R.tb)