Ia mengatakan, kasus ini menjadi pelajaran etik bagi siapapun kader partai yang mengemban amanah sebagai anggota DPR RI.
“Namun kami melihatnya, apa yang disampaikan oleh Pak Deddy Sitorus atau kemudian Ibu Sadarestuwati, secara etik kita semua menjadi pelajaran bagi kita untuk mempergunakan diksi atau frasa yang menimbulkan empati dan simpati kepada rakyat,” tegasnya.
Ia menambahkan, pegangan utama dalam menyikapi persoalan etik seharusnya mengacu pada arahan Presiden Prabowo Subianto saat bertemu dengan para ketua umum partai politik. Dalihnya, pada saat pertemuan itu, Prabowo tak pernah menyebut nama kader yang harus ditindak oleh partai.
“Yang pertama soal disiplin, yang kedua soal kunjungan keluar negeri, yang ketiga Presiden sama sekali sesungguhnya tidak menyinggung atau tidak menyebut secara langsung orang per orang sebagaimana yang sudah dilakukan oleh Partai Amanat Nasional, Partai Nasdem, dan Partai Golkar. Karena sadar betul kita semua punya otonomi dan kedaulatan setiap partai,” jelas Said.
Sebelumnya, Presiden Prabowo sudah menerima laporan dari para ketua umum partai politik yang telah menindak tegas terhadap kader-kadernya, yang belakangan ini mendapat sorotan publik lantaran dianggap nirempati dan tidak peka terhadap situasi terkini dalam negeri.
“Saya menerima laporan dari para ketua umum partai politik bahwa mereka telah mengambil langkah tegas terhadap anggota DPR masing-masing terhitung sejak hari Senin 1 September 2025, yaitu terhadap anggota DPR masing-masing yang telah mungkin menyampaikan pernyataan-pernyataan yang keliru. Langkah tegas tadi yang dilakukan ketua umum partai politik adalah mereka masing-masing dicabut dari keanggotaannya di DPR RI,” kata Prabowo di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, pada Minggu (31/8/2025).
Adapun para anggota DPR yang dimaksud Prabowo, di antaranya, Uya Kuya dan Eko Patrio dari PAN serta Nafa Urbach dan Ahmad Sahroni dari Partai NasDem. Partai Golkar juga ikut menonaktifkan kadernya, Adies Kadir dari keanggotaan DPR RI imbas aksi penolakan masyarakat terhadap tunjangan anggota dewan.
“Berdasarkan pertimbangan itu, DPP Partai Golkar resmi menonaktifkan saudara Adies Kadir sebagai Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar terhitung sejak Senin, 1 September 2025,” ucap Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Muhammad Sarmuji dalam keterangan resminya Minggu (31/8/2025)
“Dosa” Deddy dan Sadarestuwati
Ucapan Deddy Sitorus dianggap melukai hati rakyat. Pernyataannya saat menjadi tamu di acara TV Nasional jadi sorotan. Saat itu dia berdebat soal ketimpangan antara tunjangan rumah anggota DPR RI Rp50 juta per bulan dan iuran Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) yang membebani pekerja berpenghasilan UMR (Upah Minimum Regional).
Deddy menyebut perbandingan antara gaji DPR dan pekerja UMR, seperti tukang becak atau buruh, sebagai “sesat logika” dan menggunakan istilah “rakyat jelata” untuk menggambarkan masyarakat berpenghasilan rendah.
Diksi “rakyat jelata” dinilai merendahkan sekaligus menyakiti hati masyarakat Indonesia dan mencerminkan sikap elitis yang memisahkan anggota DPR dari rakyat yang seharusnya mereka wakili, sehingga memicu kemarahan publik.
Sementara Sadarestuwati jadi viral karena berjoget paling heboh setelah Sidang Tahunan MPR pada Jumat (15/8/2025) di Ruang Rapat Paripurna MPR, DPR, DPD, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Anggota Komisi V DPR RI tersebut tampak mengenakan busana putih dengan jilbab merah. Dengan wajah semringah dan penuh semangat, ia bergabung menari bersama koleganya. Situasi ini dianggap melukai hati rakyat yang sedang terhimpit kondisi serba sulit, daya beli turun hingga terkejut adanya kenaikan tunjangan para anggota dewan. (ARD. Tb)