Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani Aher mendukung program bansos permanen tersebut. Namun, pelaksanaannya harus tepat sasaran, transparan, dan menyentuh langsung kebutuhan riil masyarakat rentan di lapangan. Kuncinya, data penerima bansos kudu valid dan terintegrasi.
“Mengingat masih banyak warga rentan yang belum terdata atau bahkan tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK). Padahal, mereka sangat membutuhkan uluran tangan negara,” ujar Netty dalam keterangannya, Senin (14/7/2025).
Diketahui, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar menyatakan, masyarakat dalam kategori difabel, lansia dan ODGJ akan mendapatkan bansos abadi atau seumur hidup.
“Selain tiga ini dibatasi untuk sementara maksimal 5 tahun,” kata Muhaimin usai menghadiri pengukuhan PB IKA PMII di Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (13/7/2025)
Kembali ke Netty, dia mendorong agar program bansos disertai dengan pendampingan berkelanjutan, terutama bagi difabel produktif dan lansia aktif yang masih bisa berdaya.
Harus dilakukan pendampingan psikososial, pelatihan keluarga, hingga dukungan bagi difabel berdaya sebagai bagian dari program,” tegas ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Selain itu, dia mengingatkan tentang pentingnya keterbukaan dalam proses distribusi bansos. Pemerintah mesti membuka ruang partisipasi publik dan pengawasan legislatif guna memastikan akuntabilitas penggunaan anggaran.
“Transparansi dan akuntabilitas distribusi bansos wajib dijamin. Kami akan terus mengawal agar kebijakan ini berjalan adil, manusiawi dan berkelanjutan,” tegas Netty.
Netty bilang, pemberian bansos seumur hidup tersebut merupakan bentuk pengakuan negara atas kebutuhan dasar warga negara yang tidak dapat memenuhi hidupnya secara mandiri akibat kondisi permanen yang mereka alami.
Masyarakat rentan seperti lansia, difabel dan ODGJ bukan beban, tapi warga negara yang wajib dijamin kehidupannya dengan bermartabat,” ucapnya.
Terkait ratusan ribu penerima bansos yang melakukan transaksi judi online (judol), Netty meminta semua pihak, termasuk Pemerintah Pusat (Pempus) dan Pemerintah Daerah (Pemda) melakukan evaluasi terkait temuan tersebut.
Bansos diberikan untuk membantu masyarakat rentan memenuhi kebutuhan dasar keluarga, bukan untuk hal lain, apalagi disalahgunakan untuk judol,” tegas Netty.
Untuk itu, dia mendorong agar ada penguatan sisi edukasi, literasi keuangan, dan pengawasan. Termasuk, kata dia, menekankan pentingnya program literasi digital dan keuangan bagi para penerima bantuan, khususnya dalam mendorong pemanfaatan bansos secara produktif.
“Jadi bukan semata soal sanksi, tetapi bagaimana kita hadir mendampingi masyarakat,” wanti-wanti dia.
Para penerima bansos, tambah Netty, perlu dibekali keterampilan dasar untuk mengelola bantuan dengan bijak dan diarahkan agar tidak terjebak pada praktik yang merugikan diri sendiri maupun keluarga.
Dengan itu, lanjut dia, pentingnya sinergi antara Pempus dan Pemda dalam mengawal bansos agar tetap sasaran. Termasuk keterlibatan komunitas lokal, tokoh masyarakat, dan relawan sosial dalam mengedukasi masyarakat.
“Semangat gotong royong dan pendampingan berbasis komunitas bisa menjadi solusi nyata,” kata dia.
Netty menekankan, bantuan Pemerintah adalah bentuk kepercayaan, yang harus dijaga dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sistem penyaluran bansos juga kudu terus diperbaiki agar lebih tepat guna dan berdampak jangka panjang bagi kesejahteraan masyarakat.
“Kami siap bersinergi dengan kementerian terkait dan mitra kerja melakukan evaluasi dan perbaikan sistem agar bansos tidak hanya bersifat konsumtif. Namun juga bisa menjadi jembatan menuju kemandirian,” pungkasnya. (RJ. Tb)